-->
  • Jelajahi

    Copyright © Harian Wangon | Pelopor Media di Banyumas Barat
    Best Viral Premium Blogger Templates

    ads

    Menu Bawah

    10 Tahun Pak Nano Mengais Rezeki Dari Bendera Yang Jadi Sumber Nafkah Musiman

    Adimaki
    Rabu, 23 Juli 2025, 07.07.00 WIB Last Updated 2025-07-23T00:07:11Z

    Pak Nano, Sepuluh Tahun Ia Jalani Mencari Rizki Dari Bendera Yaang Menjadi Sumber Penghasilan Musiman. (Gambar Hasil Tangkapan Layar Video Cokro)


    HARIANWANGON - BANYUMAS, Di sela hiruk-pikuk perayaan Hari Kemerdekaan yang mulai terasa, ada kisah sunyi penuh ketekunan yang bergantung pada lembar lembar merah putih. Adalah Nano, pria asal Garut, Jawa Barat, yang selama satu dekade terakhir setia menjajakan bendera setiap bulan Agustus, jauh dari keluarganya.

    Setiap pagi hingga petang, pria paruh baya itu tampak sabar menata deretan bendera Merah Putih yang tergantung di depan kantor Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Tenda kecilnya meneduhi berbagai ukuran bendera yang dijualnya seharga Rp10 ribu hingga Rp25 ribu.

    Dibawah terik matahari dan semilir angin sore, deretan bendera Merah Putih berkibar di depan Kantor Kecamatan Wangon, Banyumas. Di sanalah Bapak Nano, pria asal Garut, kembali setia menjajakan bendera sejak awal Juli, seperti yang sudah dilakukannya selama sepuluh tahun terakhir.

    “Saya ke sini tiap tahun. Sudah sepuluh kali. Ngontrak rumah sebulan, jualan sampai tanggal 17an lewat,” ujarnya sembari menata bendera ukuran sedang yang baru ia turunkan dari gantungan. Bendera bendera yang dijual Nano dibanderol mulai Rp10 ribu hingga Rp25 ribu, tergantung ukuran.

    Nano datang ke Wangon bukan untuk sekadar berdagang, melainkan untuk mencari penghidupan. “Hasil jualan ini buat anak sama istri di Garut. Kalau rame, bisa kirim lebih banyak. Tapi kalau sepi ya cuma cukup makan,” tuturnya lirih.

    Tak selalu ramai. Dalam sehari, kadang hanya satu bendera yang laku. Di saat-saat sepi itu, Nano mengaku hanya duduk menunggu sambil mengantuk, tapi ia tak pernah lupa waktu salat. “Kalau waktu salat ya salat dulu. Rezeki tetap Allah yang ngatur,” katanya.

    Kondisi Lapak Pak Nano Saat Dijejer Tepian Jalan Raya Wangon. (Gambar hasil tangkapan video Cokro)

    Meski dagangan kadang tak bergerak, Nano tetap optimis. “Biasanya seminggu sebelum 17an baru rame. Banyak yang beli dari RT, guru-guru, juga tentara,” tambahnya.

    Salah satu pembeli yang datang sore itu adalah Eko Prasetiyo, warga Pengadegan. Eko membeli satu bendera ukuran sedang untuk dipasang di rumah dan gerobak jualan bakso ikan miliknya. “Tiap tahun saya beli. Yang lama biasanya saya kasih orang lain yang belum punya,” ujar Eko.

    Bagi Eko, membeli dan memasang bendera bukan soal simbol, melainkan bagian dari menjaga rasa cinta tanah air. “Rasa nasionalisme itu tumbuh lagi tiap Agustusan. Makanya saya semangat pasang bendera, apalagi buat usaha juga,” katanya sambil membenahi ikatan bendera yang baru dibelinya.

    Eko sendiri adalah ayah satu anak yang kini menggantungkan hidup dari gerobak bakso ikan. Ia sempat bekerja di pabrik onderdil di Jakarta, namun akhirnya memilih pulang kampung dan membuka usaha sendiri. “Rezeki memang enggak pasti, tapi saya lebih tenang kerja begini. Bisa dekat keluarga, bisa ikut upacara juga tiap 17-an,” ungkapnya.

    Di antara bentangan kain merah putih yang dijajakan Nano dan tangan-tangan yang membelinya seperti milik Eko, semangat kemerdekaan terasa nyata. Mereka bukan pahlawan di medan laga, tapi sosok sosok kecil yang setiap tahun merawat nasionalisme dengan cara mereka sendiri sederhana, diam diam, tapi tulus dan terus-menerus.***

    Cokro 

    Editor : Adimaki 



    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Pendidikan

    +
    close
    close