![]() |
Prof. Dr. Mite Setiansah dalam Pelatihan Literasi Digital untuk PKK di Kelurahan Bancarkembar, Purwokerto Utara. (gambar oleh Cokro) |
HARIANWANGON - PURWOKERTO, Kejahatan online semakin
mengkhawatirkan, seiring semakin meningkatnya penggunaan perangkat digital
dalam kehidupan sehari-hari. “Perempuan menjadi salah satu pihak yang paling
rentan terhadap kejahatan ini, sehingga perlu upaya-upaya khusus untuk
mengatasinya,” ujar Prof. Dr. Mite Setiansah dalam sesi pengantar Pelatihan
Literasi Digital untuk PKK di Kelurahan Bancarkembar, Purwokerto Utara,
Banyumas (11/6).
Tak bisa dipungikiri, kehidupan
digital sudah membentuk gaya hidup baru. Belanja daring dengan transaksi
instan menjadi tren semua kalangan. Layanan keuangan digital seperti e-wallet,
paylater, dan pinjol menjadi bagian dari keseharian.
“Sistem ‘beli sekarang, bayar nanti’
mendorong belanja berlebihan. Banyak orang membeli sesuatu yang sebenarnya
tidak dibutuhkan, menimbulkan ilusi mampu bayar, padahal keuangan belum siap.
Jadilah hutang yang menumpuk. Ketika paylater dan kartu habis limit, orang
mencari alternatif. Pinjol ilegal kemudian hadir menawarkan kemudahan palsu. Cepat
cair, tanpa jaminan, tapi menjerat,” papar Guru Besar Ilmu Komunikasi
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu.
Kegiatan pelatihan literasi digital
ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Jurusan
Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed. Selain Prof Mite, pemateri lainnya adalah Prof Dr
Nana Sutikna, Dr. Edi Santoso, Dr. Nuryanti, dan King Anugrah MA, dibantu para
fasilitator mahasiswa dari Prodi S1 dan S2 Ilmu Komunikasi.
Dalam sesi diskusi terungkap,
beberapa dari peserta mengaku telah menjadi korban pinjol illegal. Misalnya,
seorang mengaku pernah pinjam uang sebesar tiga juta rupiah, tapi dia harus
membayar tagihan hingga Rp 30 juta. “Ini memang meresahkan, karena itu kami
mengajak khususnya para perempuan untuk lebih berhati-hati. Harus bisa
membedakan mana pinjol yang legal dan ilegal,” tambah Prof Mite.
Pembicara lain, King Anugrah MA
mengajak para peserta untuk berpikir kritis sebagai modal utama dalam mencegah
kejahatan online. “Resepnya ABCD, yaitu Amati, Baca, Cek, dan Diskusikan.
Jangan buru-buru ambil keputusan, sebelum kita menimang secara masak-masak,”
ujar dosen muda yang juga pegiat nasional literasi digital ini.
Pelatihan literasi digital ini
difokuskan pada empat pilar, yakni budaya digital, kecakapan digital, etika
digital, dan keamanan digital. Semua materi ini terangkum dalam handbook
yang dibagikan kepada masing-masing peserta. Handbook ini disusun oleh
Tim Lentera Digital yang terdiri dari beberapa mahasiswa Prgram Studi Magister
Ilmu Komunikasi, sebagai luaran mata kuliah Literasi Digital.***